Friday, October 10, 2008

RAPERDA RTRW Sidoarjo

SEMANGAT SIDOARJO BANGKIT
Kamis, 11 September 2008


Namun sayang hanya dalam kurun waktu dua tahun terakhir kondisi yang sangat dinamis tersebut menjadi kacau akibat musibah lumpur yang hingga kini belum terselesaikan. Dari data Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Bappekab) Sidoarjo disebutkan bahwa kurang lebih 2.500 ha wilayah konservasi pertanian yang tak terselamatkan dari bencana tersebut.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Vino Rudy Muntiawan SH, Kepala Bappekab (Sekarang Sekda Kab Sidoarjo) saat itu kepada media, dari 15 ribu hektar konservasi pertanian padi dan palawija di Sidoarjo dalam RTRW Sidoarjo 2003-2013, ternyata tak bisa dipertahankan lagi. 650 hektar lahan yang sebagian besar lahan pertanian produktif di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin akibat terendam lumpur. Sehingga produksi beras dari Sidoarjo pun diprediksi akan mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Tersendatnya transportasi akibat luberan lumpur juga makin memperparah kondisi yang ada. Jika sebelumnya distribusi dari dan menuju Sidoarjo sangat menunjang pertumbuhan ekonomi, kini justru menjadi salah satu masalah yang harus dipecahkan. Kawasan Sidoarjo, terutama yang berada di sekitar luberan lumpur seakan daerah yang tak layak untuk investasi bagi pemilik modal dari luar. Padahal sebelumnya Sidoarjo menjadi salah satu pilihan utama untuk berinvestasi di Jawa Timur. Letaknya yang amat setrategis, dekat dengan bandara udara, pelabuhan serta berbatasan langsung dengan Surabaya merupakan keunggulan tak bisa disamai oleh daerah lain.
Oleh karenanya Pemkab Sidoarjo melalui Bupati Drs. H. Win Hendrarso beberapa saat lalu telah menyatakan akan mengubah Rencana Tata Ruang dan Wilayahnya (RTRW). Hal ini akan ditempuh dengan memindahkan kawasan industri Porong dan
sekitarnya ke kawasan Sidoarjo Barat. Jika sebelumnya kawasan tersebut (barat,red) merupakan kawasan konservasi, nantinya akan menjadi kawasan industri serta perdagangan.
“Kita akan ubah RTRW Sidoarjo, sehingga kawasan industri Porong dan sekitarnya akan kita pindahkan ke Kawasan Sidoarjo Barat. Pemindahan ini dilakukan agar perekonomian Sidoarjo bisa bangkit kembali setelah kawasan Porong terkena dampak lumpur panas,” kata Bupati Sidoarjo Win Hendrarso pada suatu kesempatan kepada media. Setidaknya ada empat kawasan yang akan menjadi sentra industri, yakni mulai dari Kecamatan Balongbendo, Krian, Prambon dan Tarik. “Kawasan itu akan menjadi substitusi kawasan Porong,” jelasnya.
Mengenai rencana tersebut ia berharap agar investor yakin jika kawasan lain selain Porong sangat layak untuk investasi. “Kawasan Sidoarjo barat sangat jauh dari semburan lumpur. Nantinya kawasan ini akan semakin hidup dengan berdirinya banyak pabrik dan layanan masyarakat,”jelasnya.
Jika kita cermati bersama, RTRW Sidoarjo sebetulnya tergolong masih belum terlalu lama ditetapkan. Akan tetapi menyikapi persoalan besar yang tengah dihadapi oleh Kota ini maka mau tak mau para pengambil kebijakan daerah harus segera menyusun rencana yang akan menyelamatkan wilayah Sidoarjo secara keseluruhan. Langkah ini bukan hal yang mudah sebab situasinya serba belum ada kepastian, terutama luapan lumpur Lapindo. Oleh karenanya pelibatan banyak pihak adalah keputusan yang sangat bijak. Lewat perencanaan tata ruang serta tata wilayah yang tepat akan menjadi arah bagi kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam menghembangkan wilayah. Sejalan dengan hal tersebut Draf rancangan RTRW yang kini tengah dibahas di DPRD sangat dinantikan oleh banyak pihak. Hal ini juga sangat disadari oleh Panitia khusus Raperda RTRW. Mereka sepakat bila apa yang sedang mereka godok sekarang amat menentukan langkah Sidoarjo kedepan. Untuk itu kesan hati-hati sangat terasa dalam pembahasan di Pansus. Banyak hal-hal yang menjadi pertimbangan mereka dalam pembahasan kali ini. Menurut Ir. M. Dhamroni Chudlori Ketua Pansus Raperda RTRW ada beberapa hal yang menjadi dasar dalam revisi perda RTRW Sidoarjo. Pertama mengacu kepada UU No.26 tahun 2007 tentang Tata Ruang Nasional. Berikutnya yang menjadi pertimbangan utama adalah terjadinya luapan lumpur Lapindo yang hingga kini belum terselesaikan. Luberan lumpur ini telah merubah sebagian kondisi Sidoarjo. Sehingga harus disikapi dengan merubah RTRW sebelumnya (tahun 2003,red) yang memasukkan kawasan Kecamatan Porong sebagai area permukiman. Sejak luapan lumpur terjadi tahun 2006, setidaknya ada 628 hektar wilayah di Kecamatan ini dan sekitarnya tenggelam. Selain itu desa di sekitarnya yang tidak tenggelam pun terkena dampak, seperti munculnya semburan gas berbahaya dan penurunan tanah (subsidence). “Oleh karenanya, peruntukan kawasan Porong dan sekitarnya harus diubah,” ujar Dhamroni. Sebagai konsekuensi perubahan status, ia menyatakan semua wilayah itu harus dikosongkan dari aktivitas manusia karena kondisi lingkungannya tidak layak huni. Selanjutnya daerah yang terkena bencana lumpur Sidoarjo di Kecamatan Porong, akan ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi. Hal ini guna melindungi masyarakat di sekitar luapan lumpur Lapindo.
Lebih lanjut menurut legislator PKB ini dalam perda RTRW nantinya wilayah-wilayah yang ada akan dibagi dalam zona-zona kawasan yang terintegral dalam Sub Satuan Wilayah Pengembangan ( SSWP). Dalam penataan ruang ini nantinya akan ada kawasan mana saja yang disiapkan untuk daerah pertanian, perumahan, perindustrian serta pertambakan. Sehingga ia berharap jika peruntukan kawasan tersebut jelas diatur dalam Perda tak akan terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti yang terjadi seperti sekarang. Menurutnya kejadian luapan lumpur Lapindo akibat dari pengeboran yang ada di Porong, sebenarnya pelanggaran tata ruang di karenakan peruntukannya bukan wilayah pertambangan.
Untuk itu sebelum akhirnya ditetapkan pansus membutuhkan banyak masukan dari seluruh stake holder yang ada di Kabupaten Sidoarjo. “ Masukan dari masyarakat petani, petani tambak, pengusaha perumahan serta pemilik usaha di Sidoarjo sangat penting dalam merumuskan kebijakan yang menguntungkan semua pihak,” terangnya. Sebab ia berharap Perda ini nantinya bisa dinikmati hasilnya oleh seluruh warga Sidoarjo.
Sejalan dengan hal tersebut ia menilai dampak-dampak dari tata ruang tersebut seharusnya justru kearah perkembangan yang positif, jangan sampai merusak lingkungan. “Jadi, menurut saya berapa persen ruang terbuka hijau yang harus dipertahankan sebagai keseimbangan ekosistem,” paparnya. Guna hal tersebut pihaknya sekarang sedang mengumpulkan berbagai data terkait. Kenyataannya,sebagai Kabupaten penyangga Sidoarjo memang sangat dibidik sebagai kawasan perumahan oleh banyak pengembang. Sehingga wajar investasi di sektor ini sangat memiliki prospek yang menjanjikan. Ini semua memang memberikan harapan bagi daerah secara keseluruhan. Hanya saja tetap harus dibatasi agar dengan pesatnya pengembangan perumahan ini tak mengorbankan lahan-lahan subur yang ada di bumi Sidoarjo. Secara khusus sebagai Ketua Pansus ia sangat berharap penetapan Perda RTRW ini bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Semangat kepentingan masyarakat Sidoarjo adalah hal utama yang harus mendasari hal tersebut. Sebab melalui tata ruang ini sangat menentukan wajah Kabupaten Sidoarjo 5 sampai 10 tahun ke depan. Dengan adanya penataan ini, diharapkan tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran terhadap tata ruang yang telah menjadi ketetapan dalam Perda. Semua harus sesuai dengan peruntukannya.

http://www.dprd-sidoarjo.info/

No comments: